Aku menatap nanar dengan keadaan disekelilingku. Impianku
untuk kuliah diluar pulau ini tak bisa tersampaikan. Come on, aku pasti bisa
ujarku dalam hati. Hanya sekedar penyemangat untuk diriku sendiri.
Akupun berjalan gontai menyusuri lorong kampus. “hai
drew! Kamu kuliah disini juga?” ujar temanku, aku hanya mengangguk dan
tersenyum.
Waktu itu siang, entah apa motivasinya para tetua-tetua
mengumpulkan kami semua. “seandainya bisa pergi dari sini sungguh sangat
menyenangkan” batinku.
Tak lama mataku tertuju pada 2 bola mata yang begitu
menenangkan,mata kami beradu, ia mengerjap sambil tersenyum tipis kepadaku.
Entah apa ini namanya Tuhan. Bahkan suara-suara bising yang ditimbulkan oleh
decitan kursi karna bergeser pun tak mampu membuyarkan tatapanku pada gadis
manis itu. Ia tersenyum dengan bibir kecilnya yang mampu membuatku terpaku, dua
bola mata coklatnya yang menyejukkan, meskipun ia terbilang tomboy dengan
rambutnya yang nyaris cepak. Menganggumkan ujarku kecil. “apa yang kau
bicarakan? Mereka menyuruh kita untuk menunduk” ujar teman baruku yang aku pun
tak tau namanya membuyarkan lamunanku.
Waktu pun beranjak dan terus memutari bumi.. sudah nyaris
setahun aku mengenalnya. Ia selalu tampak cantik dengan keanehan-keanehan yang
dia buat, ia selalu menjadi penyemangat bagi setiap orang, ia selalu tampak
indah dengan senyumnya yang mampu membuat jantungku ini seakan berhenti
berdetak.
Ketika itu kami sedang bertemu disebuah kedai kopi.
Tempat biasanya aku dan teman-teman menghabiskan waktu untuk membahas
masalah-masalah dikampus. Tebak, kami hanya berdua disitu, aku terpaku dan
seketika jari-jariku dingin ketika menatap matanya. Ia tersenyum menyambut
kedatanganku, tatapan matanya seolah berbicara padaku, begitu cepat dan sangat
mengejutkan. Tentu saja aku shock. Tak lama aku merutuki dan mencaci mulutku
sendiri, aku masih sangat takut, aku takut dia pergi, aku takut suatu saat
mengecewakannya, aku takut akan membuat genangan air dipelupuk matanya suatu
saat. Namun bukankah ini kesempatan emas bagiku? Hey!! Aku bahkan melihatnya
ketika mata kami pertama kali beradu. Tapi entahlah, mungkin ssaja belum
waktunya, “biar saja waktu yg tepat akan datang nantinya. Kitaa nikmati saja
sekarang”, ujarku sambil tersenyum kecut. Ia pun mengangguk paham dan tersenyum,
“ayo kita lanjutkan saja minum kopi, lupakan saja yang tadi, anggap saja tak
pernah terjadi” ujarnya santai.
Aku tau waktu akan terus berjalan, waktu akan terus
menghakimi orang-orang yang telah menyia-nyiakan nya. Apakah aku termasuk
dikalangan orang-orang itu? Hahaha, aku hanya bisa mentertawakan diriku sendiri
yang betapa bodohnya tega mengacuhkan kata hati yang semakin hari semakin
menyiksa.
Tak lama yang ditunggu pun datang, aku semangat bukan
main. Bukan karna melihat senyum nya yang kian hari kian memesona, namun dengan
keberanian yang ku kumpulkan aku berniat mengatakannya hari ini! Bayangkan
saja, berapa tahun aku mencoba menjadikan diri ini menjadi berani.
“haaaai” sapana riang. Aku hanya tersenyum sambil
menatapnya lembut. “aku punya kejutan” lanjutnya, seketika rasa penasaranku
berubah menjadi lebih besar dari keinginanku sebelumnya “yah, aku juga ada
kejutan untukmu”jawabku
“sekarang aku sama Lyan sudah meresmikan hubungan kami,
minggu depan ia akan berjanji bertemu dengan ayah dan bundaku, terimakasih
yaaa, walaupun aku sempat patah hati karnamu, namun semenjak bertemu Lyan saat
kau mengenalkannya padaku keadaan berubah total, dan dia sangaaaat baik”
lanjutnya dengan nada berapi-api, seketika roboh sudah pertahanan dan
keberanian yang sudah kususun sekian lama. Yah, aku tau ini mungkin tak akan
terjadi ketika aku menerimanya waktu itu. Aku hanya membalasnya dengan
tersenyum kecut, rencana yang sudah kususun sejak awal sirna sudah, tak mungkin
aku menghancurkan senyumnya ini. Semua salahku, ia pun lanjut berbicara dengan
mulut penuh dengan makanan “ohya, apa kejutanmu untukku?” aku tersentak dan
tersenyum “ohh, aku ingin mentraktirmu karna kau baru saja menemukan orang yang
tepat”ujarku sambil mengacak-acak rambutnya yang ikal dan sudah memanjang.
“loh? Baiklah, namun lain kali biarkan aku yang mentraktirmu, anggap saja
sebagai pajak jadian” ujarnya merapikan kembali rambutnya.
Aku terdiam, penyesalan memang selalu datang terlambat.
Namun biarkan saja kembali waktu yang mempermainkan semuanya. Tapi aku berjanji
pada diriku, tak akan melakukan kesalahan bodoh ini lagi. Aku janjii….
-11.51 PM-